
Pelatih baru Inter Milan Jose Mourinho (foto) memang telah berhasil mengoleksi 12 trofi sebagai manajer di usianya yang relatif masih muda, hanya 45 tahun. Dengan empat gelar Liga Primer Inggris dan Portugal, dan sebuah mahkota Liga Champions, siapa yang berani meragukan keistimewaan "The Special One"?
Sayangnya, tidak seperti padi yang makin berisi makin merunduk, Mourinho justru makin dikenal karena komentarnya yang kontroversial.
Tak jarang ucapannya mengundang decak kagum, karena tidak bisa dipungkiri ia adalah seorang arsitek jenius. Terkadang lelucon yang dilontarkannya menghasilkan berita yang menghibur. Tetapi ada kalanya ia memberikan komentar yang melampaui batas, dan kepercayaan dirinya berubah menjadi kepongahan.
Kasus yang terbaru adalah kecamannya terhadap Claudio Ranieri. Sang pelatih Juventus, awal pekan ini sempat bertutur, "Tidak seperti Mourinho, saya tidak perlu menang hanya untuk membuktikan saya yakin atas apa yang saya lakukan."
Mourinho yang merasa tertantang menjawab, "Ranieri benar, saya harus menang untuk membuktikan saya yakin atas apa yang saya lakukan. Itulah kenapa saya sudah memenangkan demikian banyak gelar. Dengan mentalitas sepertinya, ia hanya mampu memengkan sebuah gelar Piala Super dan turnamen kecil lainnya, padahal usianya telah mencapai 70 tahun. Ia terlalu tua untuk mengubah cara pandangnya."
Secara teknik, Mourinho tidak salah. Selama 21 tahun berkarir sebagai manajer di berbagai klub, seperti: Fiorentina, Valencia, Atletico Madrid, Chelsea, dan Juventus, Ranieri belum pernah memenangi gelar bergengsi, dengan hanya sebuah piala domestik di Italia dan Spanyol, serta sebuah Piala Super Eropa. Pendeknya, Ranieri, yang sebenarnya berusia hampir 57 tahun, adalah seorang "pecundang", jika dibandingkan dengan Mourinho.
Tetapi kata-kata pedas tersebut tak seharusnya diucapkan kepada Ranieri, yang merupakan sosok yang dihormati dalam dunia sepakbola. Sebagai jawaban, Ranieri mencoba mengakhiri adu mulut dengan Mourinho, dengan kata-kata yang mewakili perasaan banyak orang tentang hal ini.
"Mourinho telah menunjukkan kepribadiannya yang sebenarnya, dan juga pendapatnya tentang rekan-rekannya," tuturnya.
Karir Mourinho sebagai manajer memang dapat dikatakan mulus. Dengan santainya ia melenggang ke italia, seperti halnya ketika ia tiba di Inggris empat tahun lalu, dengan sikap "saya yang terbaik, kalian semua tidak ada harganya." Kemungkinan sikapnya ini akan berdampak buruk pada popularitas Inter yang telah semakin merosot. Mourinho haus akan kemenangan. Setelah sukses di Italia, ia akan pindah ke Spanyol untuk mencoba menaklukkan seluruh kompetisi domestik Eropa. Kemudian ia akan mengakhiri karirnya dengan mengincar gelar internasional, mungkin dengan timnas Portugal.
Tidak ada salahnya bagi seorang pelatih untuk memiliki ambisi. Tetapi seharusnya ia tetap menghargai manajer yang lain. Awal pekan ini, mantan penjaga gawang Inter dan Italia Walter Zenga juga mengkritiknya karena dianggap besar mulut. Tampaknya hanya tinggal menunggu waktu hingga komunitas Calcio merasa bosan mendengar arogansinya.
Bagaimana pendapat anda tentang hal ini? Haruskah Mourinho merubah sikapnya, atau sudah sepantasnya ia berkomentar, selama ia mampu membuktikan kemampuannya?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar